Rabu, 17 Oktober 2012

MENDONGKRAK PRODUKSI LELE DENGAN SISTEM PADAT TEBAR TINGGI


Kok Masih Rugi?


Umumnya, pembudidaya pemula menjadikan proses budi daya sebagai acuan utama untuk menghitung keuntungan. Kalau itu yang dijadikan sebagai acuan, saya pastikan usaha tersebut merugi atau paling tidak break event point. Sebagai contoh di komponen pakan, pemula beranggapan bahwa pakan yang murah menguntungkan bagi mereka alias meringankan biaya pakan. Padahal, pakan yang murah biasanya berbanding lurus dengan kualitasnya.

Kesalahan ini akan terlihat saat panen tiba. Bobot lele yang dihasilkan tidak lebih berat dari bobot lele yang mengonsumsi pakan standar. Lele pun cenderung rentan terhadap penyakit karena daya tahan tubuhnya tidak sebaik lele yang diberi pakan bernutrisi sesuai yang dipersyaratkan. Ihwal seperti ini terlihat sepele dan spekulatif, tetapi punya dampak akhir yang mengenaskan bagi usaha Anda.

Kesalahan-kesalahan Umum
Kesalahan-kesalahan di bawah ini menyebabkan ikan menjadi sakit, kualitas pakan menurun, hingga menghambat perkembangan ikan. Pada akhirnya, pengeluaran ikut membengkak.
1.      Sortir yang tidak tepat memperlambat pertumbuhan
Proses penyortiran membuat lele stres. Kondisi ini  memengaruhi laju pertumbuhan lele karena nutrisi bagi pertumbuhan dipakai untuk pemulihan stres. Bahkan, ikan tidak mau makan sama sekali. Artinya, pakan yang diberikan tidak berdampak apa pun bagi bobot lele. Selain itu, ikan butuh waktu minimum dua hari agar pulih dari stres. Otomatis masa budi daya akan lebih panjang. Kalau sudah begini kebutuhan pakan pun akan bertambah. Tentu secara ekonomi hal ini tidak tergolong sebuah efisiensi.
2.      Sirkulasi air yang deras
Saat sirkulasi air berlangsung dengan deras, fluktuasi suhu air kolam akan berubah sangat cepat. Di sisi lain, lele tidak toleran terhadap fluktuasi suhu dalam tempo yang sangat cepat. Akibatnya, lele menjadi stres, ditandai dengan pergerakan yang lebih aktif dari biasanya. Dua hari kemudian biasanya lele sakit, diawali dengan produksi lendir berlebih yang akhirnya membuat daya tahan tubuh menurun. Umumnya, kondisi ini menimpa lele saat baru tebar, ukuran 5—9 cm. Hal ini tentu sangat merugikan karena akan memperpanjang masa pemeliharaan, menyedot pakan lebih banyak, dan menyebabkan kematian lele.
3.      Memberi makan saat hujan
Hujan juga menyebabkan fluktuasi suhu air berlangsung cepat dan air kolam menjadi asam. Akibatnya, ikan stres dan sakit. Memberi makan saat hujan sama efeknya seperti pada kesalahan sirkulasi air yang deras. Kalaupun harus diberi makan, berikan sekadarnya. Tidak harus sampai ikan kenyang.
4.      Diberi pakan limbah
Pakan limbah sebenarnya adalah pakan yang telah rongsok. Kandungan nutrisi di dalamnya pun otomatis telah rusak. Salah satu efeknya adalah penyakit kuning yang disebabkan ikan mengonsumsi lemak yang telah rusak. Lemak ini mengakibatkan fungsi liver terganggu. Tentu kondisi ini sangat tidak ekonomis bagi penggunaan pakan.
5.      Kurang informasi mengenai penggunaan probiotik dan antibiotik
Pemilihan probiotik harus tepat. Pada usaha pembesaran banyak probiotik yang diaplikasikan di air kolam tidak memberikan dampak yang signifikan. Apalagi lele sendiri memproduksi amoniak. Jika hanya mengandalkan probiotik di perairan, jelas tidak akan memberi manfaat. Karena itu, dalam padat tebar tinggi ini, saya menggunakan probiotik yang diaplikasikan melalui pakan. Sementara itu, penggunaan antibiotik justru menjadi boomerang bagi pembudidaya. Antibiotik membuat patogen menjadi resisten, sehingga penyakit lele semakin sulit disembuhkan. Selain itu, penggunaan antibiotik membahayakan kesehatan konsumen, karena residunya tertinggal di daging lele.
6.      Salah dalam penyimpanan pakan
Kesalahan penyimpanan menyebabkan pakan cepat rusak dan rentan ditumbuhi kapang (jamur), meski secara kasat mata performa pakan masih terlihat bagus. Kapang menyebabkan pakan mengandung aflatoksin tinggi. Kapang ini merusak kandungan nutrisi pakan. Jika dikonsumsi, fungsi liver lele akan terganggu. Kematian lele pun sudah menunggu di depan mata.

Kiat-kiat agar Tetap Untung
1.      Pemakaian suplemen pakan dan air
Pemakaian suplemen pakan dan air akan mempercepat pertumbuhan lele dan meningkatkan daya tahan tubuhnya sehingga tidak mudah terserang penyakit, hingga akhirnya menurunkan angka kematian. Selain itu, pemakaian suplemen mampu menurunkan kebutuhan pakan. Dengan demikian pemakaian pakan lebih efektif dan efisien.
2.      Meminimalkan penyortiran
Meminimalkan penyortiran merupakan hal yang sangat penting dalam budi daya sistim padat tebar tinggi. Seperti yang dijelaskan di atas, penyortiran sebenarnya menyebabkan ikan stres dan membutuhkan waktu untuk pemulihan. Akibatnya, masa budi daya lebih panjang dan terjadi pemborosan pakan. Inilah alasan mengapa dalam teknik padat tebar tinggi ini saya hanya merekomendasikan satu kali penyortiran, yakni di tengah-tengah masa budi daya.
3.      Pemberian probiotik pada pakan dan air
Aplikasi probiotik pada pakan sangat ampuh untuk menjaga kestabilan sistem pencernakan lele. Dengan sistem padat tebar tinggi ini, sistem pencernakan lele dipaksa untuk mencerna pakan tanpa henti, mengingat pemberian pakan dilakukan dengan interval 3—4 jam sekali. Sementara itu, penggunaan probiotik di air memberikan dampak yang signifikan terhadap kualitas air kolam. Hal ini tidak terlepas dari efek pemberian probiotik melalui pakan. Amoniak yang dihasilkan lele secara otomatis menurun, sehingga kerja probiotik di air lebih ringan dan memberikan dampak yang berarti.

Manajemen Risiko
1.      Buatlah kolam dengan ukuran yang kecil sesuai arahan dalam buku ini. Dengan memperbanyak kuantitas kolam akan memberikan keuntungan sebagai berikut. 
     Mudah dalam penanganan, baik saat pembersihan, penyiponan, penyortiran, hingga pemanenan. Cara ini dapat digunakan untuk efesiensi biaya tenaga kerja sebab sistem padat tebar tinggi tidak membutuhkan lahan yang luas. Dengan demikian tenaga kerja yang dibutuhkan tidak sebanyak pada sistem konvensional.
     Mempermudah dalam pengendalian air, karena luas lahan lebih kecil dan kebutuhan air kolam tidak sebanyak pada sistem konvensional yang mengandalkan kolam-kolam yang luas.
     Meminimalkan risiko kegagalan akibat hama dan penyakit. Dengan ukuran kolam yang kecil tapi kuantitasnya banyak, penyakit mudah dilokalisir dan kegagalan dapat diminimalkan. Dengan lahan 200 m2 dijadikan dua kolam, risiko kegagalannya jauh lebih tinggi jika dibandingkan lahan 200 m2 dijadikan 10 kolam. Jika satu kolam terserang penyakit, sudah dapat dipastikan sistem konvensional dengan kolam yang luas mengalami kerugian yang besar. Hasil dari satu kolam yang tersisa tidak mungkin menutupi biaya operasional satu kolam yang gagal.
2.      Buatlah kolam berpasang-pasangan dengan ukuran yang sama untuk mempermudah penyortiran dan menentukan siklus panen. Selain itu, cara ini memberikan kepastian panen dengan ukuran yang seragam serta menjamin kontinuitas volume produksi.