Minggu, 20 Juli 2008

KEKERANGAN: CARA PEMELIHARAAN LARVA TIRAM MUTIARA (Pinctada maxima)

I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ketersediaan benih berkualitas secara kontinue menjadi salah satu masalah yang cukup pelik dalam pengembangan budidaya tiram mutiara di Indonesia. Namun demikian, meningkatnya kebutuhan benih di lain sisi juga memunculkan tantangan tersendiri karena membuka peluang bagi masyarakat untuk terjun dalam usaha penyediaan benih. Mengingat dewasa ini teknologi pembenihan tidak lagi menjadi monopoli perusahaan besar.
Untuk memberikan gambar riil kepada masyarakat tim pembenihan mutiara yang tergabung dalam unit kegiatan pembenihan non finfish mencoba memberikan petunjuk teknis yang sederhana dan mudah dipahami agar kegiatan pembenihan yang dilakukan Balai Budidaya Laut Lombok memberikan dampak yang nyata terhadap masyarakat.
1.2 Tujuan
Tujuan dari petunjuk teknis ini adalah:
1. Untuk Menyediakan Panduan Teknis Cara Pemeliharaan Larva Tiram Mutiara (Pinctada Maxima)

2. Untuk membuat rintisan awal standar operasional prosedur pemeliharaan larva tiram mutiara

II. Pemeliharaan Larva
a. Pemijahan
Dimulai dari pengecekan induk,dipilih induk yang berkualitas dengan syarat :
1. Matang gonad penuh
2. Secara visual tampak sehat dan normal
3. Umur ≥3 tahun dan diameter ≥15 cm.
Induk dibersihkan dari kotoran dengan cara disikat, diaklimatisasi diloboratorium selama 1 hari. Induk kemudian siap untuk dipijahkan dengan teknik thermal shock, pemijahan diprioritaskan adanya persilangan antara induk alam dan induk hasil budidaya dan menghindari perangsangan menggunakan bahan-bahan kimia.

b. Penebaran telur
Dilakukan pengecekan sampel setelah 1 jam pemijahan, jika telur telah dibuahi, telur dipanen dengan cara disiphon dan ditampung menggunakan plankton net dengan mesh size 80, 30 dan 20 mikron. Telur yang sudah dibuahi (embrio) tersebut dibilas dengan air laut bersih kemudian ditebar pada bak pemeliharaan larva dengan kepadatan 5 butir/ml.
c. Pemberian pakan
Umumnya 20-24 jam setelah pembuahan, telur telah berkembang menjadi larva bentuk D (D-shape), larva mulaidiberikan pakan yang menjadi asupan nutrisi yang akan memacu perkembangannya. Pakan pertama yang diberikan adalah fitoplankton dari jenis Isochrysis galbana. Jumlah pakan yang diberikan disesuaikan dengan kepadatan larva dan terus ditingkatkan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan larva. Kepadatan pakan yang diberikan berkisar antara 2000-8000 sel/ml (seperti pada tabel 1).

Table 1. Pola kombinasi pemberian pakan alami.


No

Stadia

DoC

Kombinasi Pakan Alami (%)

Jumlah

Iso

Chae

Pav

Nitz

Tetra

Nanno

Total (sel/ ml)

1

Telur

D 0

-

-

-

-

-

-

-

2

Umbo - 1

D 1

75

25

-

-

-

-

2000

3

D 2

75

25

-

-

-

-

2500

4

D 3

75

25

-

-

-

-

3000

5

D 4

75

25

-

-

-

-

3000

6

Umbo - 2

D 5

75

25

-

-

-

-

3500

7

D 6

75

25

-

-

-

-

3500

8

D 7

50

25

25

-

-

-

4000

9

D 8

50

25

25

-

-

-

4000

10

Umbo - 3

D 9

50

20

20

10

-

-

4500

11

D 10

50

20

20

10

-

-

4500

12

D 11

50

20

20

10

-

-

5000

13

D 12

50

20

20

10

-

-

5000

14

Plantygrade

D 13

50

20

20

10

-

-

5500

15

D 14

50

20

15

10

5

-

5500

16

D 15

50

20

15

10

5

-

6000

17

Spat

D 16

50

20

15

10

5

-

6000

18

D 17

40

20

20

10

-

10

6500

19

D 18

40

20

20

10

-

10

6500

20

D 19

40

20

20

10

-

10

7000

21

D 20

40

20

20

10

-

10

7000

22

D 21

40

20

20

10

-

10

7500

23

D 22

40

20

20

10

-

10

8000






Iso : Isochrysis galbana
Chae : Chaetocheros sp.
Pav : Pavlova lutheri
Tetra : Tetracelmis chuii
Nanno : Nannochloropsis oculata

d. Ganti air media
Sisa pakan dan hasil metabolisme larva dapat menurunkan kualitas air media, untuk itu multak dilakukan pergantian air media guna menjaga agar media tumbuh larva tetap optimum. Pergantian air media dilakukan setiap 2 hari dengan cara menyiphon semua larva dan menyaringnya menggunakan plankton net dengan lebar mata saringan disesuaikan dengan ukuran larva. Setelah semua larva tersiphon, dilakukan pengecekan sampel untuk mengetahui kondisi larva. Larva kemudian ditebar kembali pada air media baru sesuai dengan ukuran dan kepadatan yang diinginkan.
e. Pemanenan
Setelah mencapai stadia plantygrade (17-19 hari), pada larva akan muncul eye spot (bintik hitam) yang menjadi indikator larva siap menempel. Pada stadia ini larva mengalami perubahan behavior dari planktonis menjadi sesil. Untuk merespon perubahan tersebut, perlu dipersiapkan substrat kolektor yang akan dijadikan tempat melekatnya bisus, substrat biasanya dari jenis polietilen atau paranet. 1 mingu setelah menempel, benih (spat) dapat dipanen, pemanenan dilakukan dengan cara mengangkat substrat dari bak pemeliharaan dan siap untuk didederkan di laut.

III. PENUTUP
Petunjuk teknis yang disusun diharapkan dapat menjembatani kepentingan kegiatan pembenihan tiram mutiara di Balai Budidaya Laut yang dilakukan oleh unit kerja pembenihan non finfish dengan masyarakat pembudidaya tiram mutiara. Artinya bahwa Balai Budidaya Laut harus mampu memberikan pedoman/prosedur kerja tentang cara pemeliharaan larva mulai dari pemijahan sampai pemanenan produk kepada kalayak luas. Hal inilah yang melatar belakangi petunjuk teknis ini disusun semoga bisa dijadikan petunjuk bagi pihak-pihak yang membutuhkan informasi tentang cara pemeliharaan larva mutiara. Demi sempurnanya juknis ini kami sangat mengharapkan masukan-masukan yang korektifdan membangun.

Tidak ada komentar: