Kok Masih Rugi?
Umumnya, pembudidaya pemula menjadikan proses
budi daya sebagai acuan utama untuk menghitung keuntungan. Kalau itu yang
dijadikan sebagai acuan, saya pastikan usaha tersebut merugi atau paling tidak break event point. Sebagai contoh di
komponen pakan, pemula beranggapan bahwa pakan yang murah menguntungkan bagi
mereka alias meringankan biaya pakan. Padahal, pakan yang murah biasanya
berbanding lurus dengan kualitasnya.
Kesalahan ini akan terlihat saat
panen tiba. Bobot lele yang dihasilkan tidak lebih berat dari bobot lele yang
mengonsumsi pakan standar. Lele pun cenderung rentan terhadap penyakit karena
daya tahan tubuhnya tidak sebaik lele yang diberi pakan bernutrisi sesuai yang
dipersyaratkan. Ihwal seperti ini terlihat sepele dan spekulatif, tetapi punya
dampak akhir yang mengenaskan bagi usaha Anda.
Kesalahan-kesalahan
Umum
Kesalahan-kesalahan di bawah ini
menyebabkan ikan menjadi sakit, kualitas pakan menurun, hingga menghambat
perkembangan ikan. Pada akhirnya, pengeluaran ikut membengkak.
1.
Sortir yang tidak tepat memperlambat pertumbuhan
Proses penyortiran membuat lele
stres. Kondisi ini memengaruhi laju
pertumbuhan lele karena nutrisi bagi pertumbuhan dipakai untuk pemulihan stres.
Bahkan, ikan tidak mau makan sama sekali. Artinya, pakan yang diberikan tidak
berdampak apa pun bagi bobot lele. Selain itu, ikan butuh waktu minimum dua
hari agar pulih dari stres. Otomatis masa budi daya akan lebih panjang. Kalau
sudah begini kebutuhan pakan pun akan bertambah. Tentu secara ekonomi hal ini
tidak tergolong sebuah efisiensi.
2.
Sirkulasi air yang deras
Saat sirkulasi air berlangsung
dengan deras, fluktuasi suhu air kolam akan berubah sangat cepat. Di sisi lain,
lele tidak toleran terhadap fluktuasi suhu dalam tempo yang sangat cepat.
Akibatnya, lele menjadi stres, ditandai dengan pergerakan yang lebih aktif dari
biasanya. Dua hari kemudian biasanya lele sakit, diawali dengan produksi lendir
berlebih yang akhirnya membuat daya tahan tubuh menurun. Umumnya, kondisi ini menimpa
lele saat baru tebar, ukuran 5—9 cm. Hal ini tentu sangat merugikan karena akan
memperpanjang masa pemeliharaan, menyedot pakan lebih banyak, dan menyebabkan
kematian lele.
3.
Memberi makan saat hujan
Hujan juga menyebabkan fluktuasi
suhu air berlangsung cepat dan air kolam menjadi asam. Akibatnya, ikan stres
dan sakit. Memberi makan saat hujan sama efeknya seperti pada kesalahan
sirkulasi air yang deras. Kalaupun harus diberi makan, berikan sekadarnya.
Tidak harus sampai ikan kenyang.
4.
Diberi pakan limbah
Pakan limbah sebenarnya adalah
pakan yang telah rongsok. Kandungan nutrisi di dalamnya pun otomatis telah
rusak. Salah satu efeknya adalah penyakit kuning yang disebabkan ikan
mengonsumsi lemak yang telah rusak. Lemak ini mengakibatkan fungsi liver terganggu.
Tentu kondisi ini sangat tidak ekonomis bagi penggunaan pakan.
5.
Kurang informasi mengenai penggunaan probiotik dan antibiotik
Pemilihan probiotik harus tepat.
Pada usaha pembesaran banyak probiotik yang diaplikasikan di air kolam tidak
memberikan dampak yang signifikan. Apalagi lele sendiri memproduksi amoniak.
Jika hanya mengandalkan probiotik di perairan, jelas tidak akan memberi
manfaat. Karena itu, dalam padat tebar tinggi ini, saya menggunakan probiotik
yang diaplikasikan melalui pakan. Sementara itu, penggunaan antibiotik justru
menjadi boomerang bagi pembudidaya. Antibiotik membuat patogen menjadi
resisten, sehingga penyakit lele semakin sulit disembuhkan. Selain itu,
penggunaan antibiotik membahayakan kesehatan konsumen, karena residunya tertinggal
di daging lele.
6.
Salah dalam penyimpanan pakan
Kesalahan penyimpanan menyebabkan
pakan cepat rusak dan rentan ditumbuhi kapang (jamur), meski secara kasat mata
performa pakan masih terlihat bagus. Kapang menyebabkan pakan mengandung
aflatoksin tinggi. Kapang ini merusak kandungan nutrisi pakan. Jika dikonsumsi,
fungsi liver lele akan terganggu. Kematian lele pun sudah menunggu di depan
mata.
Kiat-kiat
agar Tetap Untung
1.
Pemakaian suplemen pakan dan air
Pemakaian suplemen pakan dan air
akan mempercepat pertumbuhan lele dan meningkatkan daya tahan tubuhnya sehingga
tidak mudah terserang penyakit, hingga akhirnya menurunkan angka kematian.
Selain itu, pemakaian suplemen mampu menurunkan kebutuhan pakan. Dengan
demikian pemakaian pakan lebih efektif dan efisien.
2.
Meminimalkan penyortiran
Meminimalkan penyortiran
merupakan hal yang sangat penting dalam budi daya sistim padat tebar tinggi.
Seperti yang dijelaskan di atas, penyortiran sebenarnya menyebabkan ikan stres
dan membutuhkan waktu untuk pemulihan. Akibatnya, masa budi daya lebih panjang
dan terjadi pemborosan pakan. Inilah alasan mengapa dalam teknik padat tebar
tinggi ini saya hanya merekomendasikan satu kali penyortiran, yakni di
tengah-tengah masa budi daya.
3.
Pemberian probiotik pada pakan dan air
Aplikasi probiotik pada pakan
sangat ampuh untuk menjaga kestabilan sistem pencernakan lele. Dengan sistem
padat tebar tinggi ini, sistem pencernakan lele dipaksa untuk mencerna pakan
tanpa henti, mengingat pemberian pakan dilakukan dengan interval 3—4 jam
sekali. Sementara itu, penggunaan probiotik di air memberikan dampak yang
signifikan terhadap kualitas air kolam. Hal ini tidak terlepas dari efek
pemberian probiotik melalui pakan. Amoniak yang dihasilkan lele secara otomatis
menurun, sehingga kerja probiotik di air lebih ringan dan memberikan dampak
yang berarti.
Manajemen
Risiko
1.
Buatlah kolam dengan ukuran yang kecil sesuai arahan dalam buku
ini. Dengan memperbanyak kuantitas kolam akan memberikan keuntungan sebagai
berikut.
— Mudah dalam penanganan, baik saat
pembersihan, penyiponan, penyortiran, hingga pemanenan. Cara ini dapat
digunakan untuk efesiensi biaya tenaga kerja sebab sistem padat tebar tinggi
tidak membutuhkan lahan yang luas. Dengan demikian tenaga kerja yang dibutuhkan
tidak sebanyak pada sistem konvensional.
— Mempermudah dalam pengendalian
air, karena luas lahan lebih kecil dan kebutuhan air kolam tidak sebanyak pada
sistem konvensional yang mengandalkan kolam-kolam yang luas.
— Meminimalkan risiko kegagalan
akibat hama dan penyakit. Dengan ukuran kolam yang kecil tapi kuantitasnya
banyak, penyakit mudah dilokalisir dan kegagalan dapat diminimalkan. Dengan
lahan 200 m2 dijadikan dua kolam, risiko kegagalannya jauh lebih
tinggi jika dibandingkan lahan 200 m2 dijadikan 10 kolam. Jika satu
kolam terserang penyakit, sudah dapat dipastikan sistem konvensional dengan
kolam yang luas mengalami kerugian yang besar. Hasil dari satu kolam yang
tersisa tidak mungkin menutupi biaya operasional satu kolam yang gagal.
2.
Buatlah kolam berpasang-pasangan dengan ukuran yang sama untuk
mempermudah penyortiran dan menentukan siklus panen. Selain itu, cara ini
memberikan kepastian panen dengan ukuran yang seragam serta menjamin
kontinuitas volume produksi.