Potensi areal budidaya rumput laut  di Nusa Tenggara barat  adalah 5.910 ha dan pulau Sumbawa 4.080 dengan potensi produksi 59.100 ton/tahun. Namun dari potensi tersebut baru sebagian kecil dari luas areal potensi yang telah diusahakan,  sehingga masih banyak terdapat peluang usaha pengembangan produksi rumput laut.  Beberapa lokasi perairan pantai yang telah berkembang budidaya rumput laut  adalah Sekotong, Labuan Kuris, Labuan Bajo, Labuan Mapin Alas, Sape, Waworada dan Kwango
Sebagai gambaran produksi rumput laut di NTB tahun 1995 adalah sebanyak 11,724 ton dan tahun 1994 sebanyak 12,280 ton kemudian pada tahun 1994 jumlah rumput laut yang dieksport adalah 1,262 ton dan tahun 1995 yang berhasil dieksport adalah sebanyak 1.886 ton (Anonymous, 1996). Jenis Glacillaria, Gellidella, Eucheuma, Hypnea dan Ascophylum. Dari beberapa jenis rumput laut ini yang mendapat perhatian pengembangan terbanyak adalah Eucheuma sp dan Glacillaria sp (Hollenbeck, 1987). Kondisi yang optimum untuk budidaya Eucheuma sp dan adalah kecepatan arus berkisar antara 20 – 40 cm perdetik, suhu air berkisar antara 20 0C - 30 0 C, kecerahan air tidak kurang dari 5 m, pH antara 7,3 – 8,2 (Cholik, 1991) dalam Puspadi K. dkk (1997)
            Secara umum budidaya rumput laut dilakukan dengan metode lepas dasar,  metode rakit apung, dan metode tali gantung. Namun  dari ketiga metode ini yang lebih memberikan keuntungan dan lebih digemari oleh petani adalah metode rakit apung.
Untuk dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas rumput laut Loka Budidaya Laut Lombok yang ditunjuk sebagai Nasional Seaweed Center perlu mengembangkan dan mensosialisasikan usaha budidayanya melalui pembentukan kelompok usaha tani
Pemilihan lokasi
Pemilihan lokasi merupakan langkah pertama yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan usaha budidaya rumput laut. Pada tahap ini, diperlukan pertimbangan pertimbangan mengenai ekologis, teknis, kesehatan sosial, dan ekonomi, serta ketentuan dari peraturan dan perundangan yang berlaku. Disamping itu perlu juga dipertimbangkan pengembangan sektor lain, seperti perikanan, pertanian, pelayaran, pariwisata, pertambangan, pengawetan dan perlindungan sumber daya alam, serta kegiatan alam lainya.
      Lokasi budidaya Eucheuma yang ideal adalah: Lokasi budidaya harus terlindung dari hempasan langsung yang kuat dengan kecepatan arus berkisar antara 0,41 – 0,45 m/dt, dasar perairan sedikit berlumpur bercampur dengan pasir karang, pada surut terendah berkisar antara 31 – 35 cm, kecerahan perairan berkisar 4 – 6 m, suhu perairan berkisar antara 27,0 – 30,2°C, salinitas berkisar antara 31- 35,8 promil, pH air berkisar antara 7,2 – 7,6; dan perairan bebas dari pencemaran. Lokasi untuk budidaya sebaiknya terletak di perairan terlindung oleh karang penghalang (barrierr reef) yang berfungsi sebagai pemecah gelombang, dengan pecahnya gelombang akan menghasilkan gelembung udara yang mengandung oksigen dan karbondioksida yang penting bagi rumput laut (Baracca, 1989).
             Kisaran arus yang optimum untuk pertumbuhan rumput laut antara 20 – 40 cm/detik dengan tinggi ombak yang cukup untuk pertumbuhan rumput laut antara 10 –30 cm (Mubarak dkk. 1990).
Dalam pemilihan lokasi ini, ada perbedaan syarat kondisi antara lokasi untuk budidaya Eucheuma dan budidaya Gracilaria. Persayaratan tersebut adalah sebagai berikut:
- Syarat-syarat pemilihan lokasi budidaya rumput laut secara umum adalah      sebagai berikut.
- Lokasi budidaya harus bebas dari pengaruh angin topan
- Lokasi sebaiknya tidak mengalami fluktua si salinitas yang besar
- Lokasi budidaya harus banyak mengandung nutrien yang dibutuhkan       rumput laut
- Lokasi perairan       harus bebas dari pencemaran industri maupun rumah tangga
- Lokasi harus berkondisi mudah menerapkan metode budidaya
- Lokasi sebaiknya       mudah dijangkau.
- Lokasi harus dekat dengan sumber tenaga kerja
- Syarat-syarat pemilihan lokasi budidaya rumput laut jenis Eucheuma      adalah sebagai berikut.
- Letak lokasi budidaya sebaiknya jauh dari pen garuh daratan dan lokasi       jangan langsung menghadap laut lepas, sebaiknya yang terdapat karang       penghalang yang dapat melindungi tanaman dari kerusakan akibat ombak yang       kuat. Ombak yang keras akan mengakibatkan keruhnya perairan sehingga       proses fotosintesis dapat terganggu, disamping itu akan menimbulkan       kesulitan didalam penanaman , pemeliharaan dan pemanenan.
- Untuk memberikan kemungkinan terjadinya aerasi, lokasi budidaya harus       bergerakan air cukup, disamping itu gerakan air yang cukup bisa       memberikan pasokan makanan yang kontinyu serta terhindar dari akumulasi       debu air dan tanaman menempel.
- Bila menggunakan metode lepas dasar, das ar lokasi budidaya harus       keras yaitu terbentuk dari pasir dan karang.
- Lokasi yang dipilih sebaiknya pada waktu surut terendah yang masih       digenangi air sedalam 30-60 cm. Keuntungan dari adanya genangan air ini       yaitu penyerapan makanan yang terus menerus, dan tanaman tidak rusak       akibat sengatan sinar matahari langsung.
- Perairan lokasi budidaya sebaiknya berpH antara 7,3 – 8,2.
- Perairan yang dipilih sebaiknya ditumbuhi komunitas yang terdiri dari berbagai jenis makro-Algae. Bila perairan sudah ditumbuhi rumput laut alami, maka daerah ini cocok untuk pertumbuhannya.
Kecerahan 
            Menurut Mubarok (1990), kejernihan air sebaiknya tidak kurang dari 5 meter dengan jarak pandang horisontal. Air keruh mengandung partikel halus yang berlimpah yang akan mneutupi talus tanaman sehingga menghambat penyerapan makanan dan proses fotosintesa.
Suhu
            Suhu air meskipun tidak berpengaruh mematikan namun dapat menghambat pertumbuhan rumput laut. Perbedaan temperatur air yang terlalu besar antara siang dan malam hari dapat mempengaruhi pertumbuhan. Hal ini sering terjadi di perairan yang terlalu dangkal. Rumput lut biasanya dapat tumbuh dengan baik di daerah yang mempunyai suhu antara 26 - 30ºC (Afrianto dan Liviawaty, 2001). Sedangkan menurut Angkasa (1998), suhu perairan yang baik bagi pertumbuhan Eucheuma cottonii berkisar antara 27 – 30ºC dengan fluktuasi harian 4ºC.
pH
Keasaman air (pH) yang cocok untuk pertumbuhan Euc
heuma umumnya berkisar antara 6 – 9, sedangkan yang optimal adalah 6,5 (Indriani dan Sumiarsih, 1996). Sedangkan menurut Mubarok (1998), pH yang baik bagi pertumbuhan Eucheuma berkisar antara 7-9 dengan kisaran optimum 7,2-8,2
Salinitas
Salinitas perairan yang cocok untuk budidaya Eucheuma cottonii umumnya berkisar antara 30-37 promil (Anonymous, 1991). Salinitas dibawah 28 promil menyebabkan rumput laut mudah terserang penyakit (Hidayat, 1994). Menurut Trono (1986), Eucheuma sp. Adalah alga yang hanya mampu mentolerir perubahan kisaran salinitas yang sempit, sehingga salinitas di bawah 30% dapat mengakibatkan pertumbuhan yang kurang baik.
1.      Syarat-syarat pemilihan lokasi budidaya rumput laut jenis Gracilaria adalah sebagai berikut.
a.      Untuk lokasi budidaya di tambak, dipilih tambak yang berdasar perairan lumpur berpasir. Dasar tambak yang terdiri dari lumpur halus dapat memudahkan tanaman terbenam dan mati
b.      Agar salinitas air cocok untuk pertumbuhan Gracilaria, sebaiknya lokasi berjarak 1 km dari pantai
c.      Kedalaman air tambak antara 60 – 80 cm
d.      Lokasi tambak harus dekat dengan sumber air tawar dan laut.
e.      Derajat keasaman (pH) air tambak optimum antara 8,2 – 8,7.
f.     Kita dapat menggunakan tambak yang tidak lagi produktif untuk udang dan ikan.
Metode Tanam dan Kontruksi Rakit
            Terdapat tiga teknik budidaya Rumput laut yang sudah memasyarakat di Indonesia, yaitu metode lepas dasar (off-bottom method), metode rakit apung (floating raft method), dan metode rawai (long line method) 
a. Metode Lepas Dasar
            Metode lepas dasar biasanya dilakukan pada perairan yang dasarnya berupa karang berpasir, tidak berlumpur dan berarus cukup baik. Metode ini menggunakan patok-patok kayu yang dipasang di dasar perairan. Kemudian patok-patok tersebut dihubungkan dengan sebuah tali plastik yang disebut dengan tali utama/pokok. Tinggi kedudukan tali utama dari dasar perairan 25-30 cm. Jarak penanaman atau jarak tali ris adalah 20-25 cm 
            Jarak tanaman dari dasar perairan diatur sedemikian rupa sehingga tidak menyentuh dasar perairan, namun selalu terendam air ketika surut terendah. Bibit tanaman yang digunakan memiliki berat 100-150 gr, diikatkan tali rafia kemudian digantung pada tali nilon yang direntangkan di atas dasar perairan dengan menggunakan pancang-pancang kayu.
            Keuntungan menggunakan metode lepas dasar ini adalah memberikan pertumbuhan 3-6% /hari, sehingga kandungan karaginan dan gelnya lebih tinggi daripada metode budidaya lain.
Gambar Konstruksi
 
 
  Konstruksi Sistem Patok.
            Persiapan alat dan bahan: memotong kayu yang akan digunakan sebagai patok. Pemasangan kayu pada dasar perairan pada kedua sisi dengan jarak masing-masing 0,5 m; menghubungkan patok kayu satu dengan lainnya dengan tali utama berdiameter 6 mm. Tali utama di pasang dengan ketinggian 25-30 cm dari dasar perairan.
a.      Metode Rakit Apung
            Metode ini dipakai untuk pembibitan, karena dengan metode ini, rumput laut yang ditanam mempunyai pertumbuhan cepat. Metode ini biasanya digunakan apabila dasar perairan sedikit berlumpur tetapi tetap memiliki luas yang cukup 
            Metode rakit apung dilakukan dengan menggunakan rakit yang terbuat dari bambu yang dibentuk persegi empat, berukuran 2,5 x 5 m, yang kemudian direntangkan dengan tali plastik sebagai tali ris. Jarak antara tali 20-25 cm, dan tanaman diikatkan pada tali tersebut dengan jarak antara bibit 20-25 cm, dan tanaman diikatkan pada tali tersebut dengan jarak antara bibit 20-25 cm. Untuk menjaga agar rakit tidak hanyut, rakit dilengkapi dengan jangkar. Posisi rumput laut pada metode ini , selalu dibawah permukaan air, karena adanya daya apung dari rakit 
            Dibandingkan dengan metode lepas dasar, metode rakit apung memberikan keuntungan pertumbuhan yang lebih baik karena tanaman akan mendapatkan intensitas cahaya dan pergerakan air yang cukup.
Gambar Konstruksi 
Metode Rakit Apung

Konstruksi Rakit Apung
            Mula-mula persiapan alat dan bahan. Rangka rakit dibuat dari bambu dengan ukuran 8x8 m.  Bambu ini dihubungkan satu sama lainnya membentuk segi empat. Setiap sudut dipasang menyiku dari ujung bambu agar konstruksi rakit tidak berubah. Pada setiap sambungan diberi pasak yang terbuat dari pangkal bambu kemudian diikat dengan tali PE dengan diameter 4 mm. Supaya rakit tidak hanyut oleh arus, diberi pemberat karung berisi pasir sekitar 150 kg yang diikat pada kedua sisi rakit. Tali pemberat 1,5 kali kedalaman perairan, agar rakit dapat leluasa bergerak, serta menjaga ketika pasang tertinggi rakit tidak tenggelam. Unit rakit yang sudah disiapkan dibawa ke lokasi dengan sampan.
Persiapan tali 
Satu rentang sepanjang 10 cm, masing-masing ujung tali sisakan sepanjang 1 meter untuk diikatkan ke rakit dan masing-masing rentang berisi 42 tali ikatan rapia, banyaknya tali rentang pada satu unit rakit 42 rentang. Sehingga titik ikatan bibit 42 x 42 = 1.764 titik.
            Metode ini pada prinsipnya hampir sama dengan metode rakit apung, tetapi tidak menggunakan bambu sebagai rakit pengapung, tetapi menggunakan pelampung dan yang biasanya digunakan sebagai pelampung adalah botol plastik 
            Keuntungan dari metode ini adalah tanaman terbebas dari hama bulu babi, pertumbuhan lebih cepat dan lebih murah ongkos materialnya. Saat ini hampir semua perairan Indonesia cocok untuk budidaya menggunakan metode rawai sebagai alternatif untuk budidaya Eucheuma cottonii.   
Gambar Konstruksi 
Metode Rawai


 
 
4 komentar:
Assalamu'alaikum akhi K351T...
postingan yg komplit dan bagus, pastinya bisnisnya lancar dan sukses nich...
oya terima kasih ya silaturrahimnya
salam tuk keluarga
thanks hib.. kemana aja lama ndak muncul
Assalamualaikum,
boleh tanya lokasi budidaya rumput laut (hijau,coklat dan merah) di Jawa Timur?
Jazakumullah,
Chair
di situbondo ada budidaya di tambak jenis gracilaria sp. dan euchema. kalo ingin lebih jelas lokasinya hubungi aja balai budidaya situbondo di daerah besuki
Posting Komentar