1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pakan ikan secara fungsional dibagi menjadi tiga, yaitu pakan untuk benih, pembesaran dan pakan untuk induk. Pakan untuk pembesaran diperlukan dalam porsi sangat besar dan kecenderungannya dari segi harga makin mahal. Fenomena ini merupakan implikasi dari semakin menurunnya sumber daya alam sebagai bahan pakan untuk pembesaran, dan juga adanya kompetisi penggunaan yaitu sebagai sumber pangan untuk konsumsi manusia serta sumber pakan pada usaha peternakan.
Sumber pakan untuk usaha pembesaran ikan yang selama ini dikembangkan adalah, pertama: pakan ikan yang terdiri dari berbagai bahan, kemudian dibentuk dalam bentuk bubur, pasta atau pelet; kedua: silase ikan; ketiga: trash fish dan animal offal. Dari ketiga sumber pakan ini diprediksi ke depan akan semakin langka seiring semakin intensifnya usaha produksi pembesaran ikan. Terkait dengan permasalahan ini perlu dicari sumber pakan alternatif yang sesuai dengan kebutuhan ikan dengan ketersediannya dapat diusahakan dalam jumlah banyak.
Limbah organik pertanian di Indonesia tersedia dalam jumlah banyak, seperti limbah Palm Kernel Milt (PKM) dan ampas tahu. Kedua limbah ini yang memanfaatkan baru para petenak untuk makanan hewan mamalia, namun untuk makanan ikan belum. Bahan ini masih memiliki kandungan protein cukup tinggi, seperti PKM kandungan proteinnya sekitar 18% dan ampas tahu sekitar 15%. Namun protein ini tidak bisa langsung dimanfaatkan oleh ikan, karena sistem pencernaannya termasuk monogastric.
Untuk meningkatkan nilai gizi limbah tersebut dapat dirombak melalui proses biologis, yaitu digunakan sebagai media dan sumber makanan belatung, sehingga akan diperoleh bahan berupa belatung yang memiliki kandungan gizi cukup lengkap dengan kandungan protein lebih dari 42%. Kelebihan lain dari belatung ini memiliki kandungan antimikroba dan anti jamur, sehingga apabila dikonsumsi oleh ikan akan tahan terhadap penyakit bakterial dan jamur.
Dari proses biologis ini, bahan limbah yang merupakan media dan sisa proses metabolisme belatung dapat dijadikan sebagai sumber pakan ikan. Bahan pakan ini dapat dicerna oleh ikan dan memiliki kandungan nutrien cukup tinggi.
Oleh karenanya akan dilakukan perekayasaan kultur belatung dengan memanfaatkan media limbah organik PKM dan ampas tahu.
1.2 Tujuan dan Sasaran
Untuk mendapatkan model teknik kultur belatung dan dapat diketahui media kultur yang terbaik sehingga diperoleh produksi belatung yang tinggi.
Melalui kegiatan perekayasaan ini ditargetkan produksi belatung sebanyak 100 kg per bulan pemeliharaan
II. METODOLOGI
Kegiatan akan dilaksanakan pada bulan April sampai Desember Tahun Anggaran 2005 di Laboratorium Pakan, dan Workshop Pakan BBAT Sukabumi, Jawa Barat (Lampiran 1).
II.2 Bahan dan Peralatan
Bahan yang diperlukan untuk perekayasaan ini adalah : induk lalat, ikan untuk media peneluran lalat, media kultur maggot terdiri dari PKM dan hampas tahu, buah-buahan untuk makanan lalat.
Peralatan terdiri dari : kandang lalat, scope net, baki plastik, petri dish, hand sprayer, stoples plastik, drum plastik, blender, freezer box, refrigerator, kantong plastik, sepatu boat, sarung tangan, timbangan, termometer dan peralatan panen maggot.
II.3 Metode Kerja
Ada dua metode kultur maggot yang akan diuji, yaitu:
1. Pemeliharaan maggot secara terbuka dan,
2. Secara tertutup.
Ada dua metode kultur magot yang akan diuji yaitu, pertama pemeliharaan magot secara terbuka dan, kedua secara tertutup. Untuk metode pemeliharaan terbuka prosedur kerjanya sebagai berikut :
- Telur diperoleh dari lalat liar atau serangga bunga. Untuk merangsang agar lalat mau bertelur dilakukan dengan menempatkan ikan mati yang sudah dipotong-potong kemudian disimpan dalam wadah seperti baki plastik atau petridish yang selanjutnya ditempatkan dalam ruang terbuka.
- Setelah diperoleh telur, kemudian disimpan dalam media kultur magot. Salah satu media yang digunakan adalah palm kerneal meal (PKM). Sebelum dijadikan sebagai media kultur, terlebih dahulu dilakukan proses fermentasi pada PKM. Proses fermentasi PKM adalah sebagai berikut : bungkil sawit sebanyak 40 kg, dicampur air 20 kg dan mikroba dari dalaman lambung mamalia (kambing atau kerbau) sebanyak 10-20%, kemudian dimasukan ke dalam tong plastik. Selanjutnya ditutup rapat dan ditimbun sekam padi untuk mempertahankan suhu. Proses fermentasi ini memerlukan waktu selama satu bulan, dan selanjutnya bahan PKM yang sudah terfermentasi dijadikan sebagai media kultur magot.
- Wadah yang digunakan untuk pemeliharan larva magot menggunakan baskom plastik dan fibre glass. Tiap perlakuan diisi 15 kg bahan media kultur. Dengan perlakuan media kultur sebagai berikut :
o Perlakukan A : PKM (100%) dan ampas tahu (0%)
o Perlakuan B : PKM (50%) dan ampas tahu (50%)
o Perlakuan C : PKM (0%) dan ampas tahu (100%)
Semua perlakukan dilakukan pengulangan sebanyak tiga kali.
- Khusus untuk larva magot dari lalat hijau, pemeliharaan dalam media kultur dilakukan selama 4-5 hari. Setelah itu magot dapat dipanen, dengan cara dipisahkan dari media kultur dan berbagai kotoran lainnya. Adapun untuk larva magot dari serangga bunga pemeliharaan dalam media kultur memerlukan waktu 5-7 hari. Cara pemanenan sama halnya dengan magot lalat hijau.
- Jumlah magot yang diperoleh kemudian ditimbang, demikian pula halnya dengan media kultur pada awal pemeliharaan dilakukan penimbangan.
- Analisa proksimat dilakukan pada magot dan media kultur.
Sedangkan prosedur kerja pada pemeliharaan tertutup, secara umum prosedur pekerjaan sama dengan pada metode terbuka, perbedaan hanya pada metode pemeliharaan lalat yang digunakan sebagai sumber telur. Pada metode tertutup ini, lalat dan serangga bunga dipelihara dalam kandang lalat. Kandang berbentuk kotak terbuat dari kawat, dengan pinggirannya dibingkai oleh besi siku berukuran 1,5 x 1,2 x 2 m.
Induk lalat hijau (Calliphora sp) dan serangga bunga (Hermetia illucens) diperoleh dengan cara menetaskan pupa dalam kandang lalat. Kemudian dipelihara, dengan cara diberi makan berupa juice buah-buahan. Setiap hari yaitu waktu pagi dan sore hari disemprotkan air.
Untuk Calliphora sp, peneluran dilakukan dengan cara menyimpan potongan ikan mati yang dimasukkan ke dalam kandang lalat. Setiap kandang diisi potongan ikan mati sebanyak 2-5 bagian yang ditempatkan menyebar secara merata. Adapun untuk Hermetia illucens dengan cara menyimpan PKM yang sudah difermentasi. Apabila sudah diperoleh telur, kemudian ditetaskan dalam media pemeliharaan magot.
IV. HASIL dan PEMBAHASAN
IV.1 HASIL
IV.1.1 Produksi Magot Calliphora sp
Produksi magot Calliphora sp dari cara pemeliharaan secara terbuka disajikan pada Tabel 1, hasil sistem tertutup disajikan pada Tabel 2 dan hasil produksi dalam selang 17 hari dari setiap wadah disajikan pada Tabel 3.
Tabel 1. Produksi magot Calliphora sp umur 4 hari dalam bobot basah (kg) pada sistem pemeliharaan terbuka
No | Jenis media kultur (15 kg/wadah) | Ulangan | Rata-rata | ||
1 | 2 | 3 | |||
1 | PKM (100%) dan ampas tahu (0%) | 0,5 | 0,7 | 0,5 | 0,566 |
2 | PKM (50%) dan ampas tahu (50%) | 5,0 | 5,5 | 5,0 | 5,166 |
3 | PKM (0%) dan ampas tahu (100%) | 9,7 | 9,5 | 10,0 | 9,73 |
Tabel 2. Produksi magot Calliphora sp umur 4 hari dalam bobot basah (kg) pada sistem pemeliharaan tertutup
No | Jenis media kultur (15 kg/wadah) | Ulangan | Rata-rata | ||
1 | 2 | 3 | |||
1 | PKM (100%) dan ampas tahu (0%) | 0,4 | 0,5 | 0,5 | 0,46 |
2 | PKM (50%) dan ampas tahu (50%) | 0,5 | 0,5 | 0,4 | 0,46 |
3 | PKM (0%) dan ampas tahu (100%) | 1 | 1,5 | 1 | 1,16 |
Tabel 3. Produksi magot Calliphora sp umur 4 hari dalam bobot basah (kg) pada sistem pemeliharaan terbuka selama 17 hari menggunakan limbah ampas tahu (15 kg/wadah)
No | Tanggal panen | Hasil magot (kg) | Cuaca pada saat koleksi telur |
1 | 27 Mei 05 | 10 | terang |
2 | 28 Mei 05 | 9 | terang |
3 | 30 Mei 05 | 9 | terang |
4 | 31 Mei 05 | 9 | terang |
5 | 01 Juni 05 | 10 | terang |
6 | 02 Juni 05 | 8 | terang |
7 | 03 Juni 05 | 10 | terang |
8 | 04 Juni 05 | 10 | terang |
9 | 05 Juni 05 | 10 | terang |
10 | 06 Juni 05 | 7 | mendung |
11 | 07 Juni 05 | 5 | mendung |
12 | 08 Juni 05 | 5 | mendung |
13 | 09 Juni 05 | 7 | mendung |
14 | 10 Juni 05 | 5 | gerimis |
15 | 11 Juni 05 | 7 | Hujan |
16 | 12 Juni 05 | 3 | hujan |
17 | 14 Juni 05 | 10 | terang |
Total produksi magot : | 134 | ||
Rata-rata per hari : | 7,9 |
IV.1.2 Produksi magot Hermetia illucens
Produksi magot Hermetia illucens dengan dengan sistem pemeliharaan secara terbuka disajikan pada Tabel 4, produksi dengan sistem pemeliharaan tertutup disajikan pada Tabel 5 dan hasil produksi rutin dalam selang waktu bulan Nopember dan Desember disajikan pada Tabel 6
Tabel 4. Produksi magot Hermetia illucens umur 7 hari dalam bobot basah (kg) pada sistem pemeliharaan terbuka
No | Jenis media kultur (15 kg/wadah) | Ulangan | Rata-rata | ||
1 | 2 | 3 | |||
1 | PKM (100%) dan ampas tahu (0%) | 7,0 | 10,0 | 8,5 | 8,5 |
2 | PKM (50%) dan ampas tahu (50%) | 5,0 | 4,0 | 4,5 | 4,5 |
3 | PKM (0%) dan ampas tahu (100%) | - | - | - | - |
Tabel 5. Produksi magot Hermetia illucens umur 7 hari dalam bobot basah (kg) pada sistem pemeliharaan tertutup
No | Jenis media kultur (15 kg/wadah) | Ulangan | ||
1 | 2 | 3 | ||
1 | PKM (100%) dan ampas tahu (0%) | - | - | - |
2 | PKM (50%) dan ampas tahu (50%) | - | - | - |
3 | PKM (0%) dan ampas tahu (100%) | - | - | - |
Tabel 6. Produksi magot Hermetia illucens umur 7 hari dalam bobot basah (kg) pada sistem pemeliharaan terbuka selama bulan Nopember-Desember (15 kg PKM/wadah)
No | Tanggal Pemanenan | Hasil magot (kg) |
1. | 02 Nopember | 9 |
2. | 09 Nopember | 9 |
3. | 11 Nopember | 5 |
4. | 15 Nopember | 9 |
5. | 18 Nopember | 14 |
6. | 24 Nopember | 9 |
7. | 03 Desember | 8 |
8. | 05 Desember | 11 |
9. | 13 Desember | 9 |
10. | 23 Desember | 8 |
Jumlah produksi : | 91 | |
Rata-rata per hari : | 9,1 |
IV.1.3 Analisa Proksimat
Hasil analisa proksimat magot, PKM sebelum difermentasi dan setelah difermentasi disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7. Kandungan proksimat magot, PKM awal dan PKM fermentasi
| Calliphora sp | Hermetia illucens | PKM awal | PKM fermentasi |
Kadar air (%) | 8,25 | 25,07 | 14,28 | 61,85 |
Kadar abu (%) | 14,35 | 7,78 | 4,08 | 1,58 |
Protein (%) | 41,42 | 31,09 | 16,71 | 17,86 |
Lemak (%) | 14,30 | 5,47 | 6,15 | 12,79 |
Serat kasar (%) | 2,73 | 8,77 | 22,49 | 0,04 |
BETN (%) | 18,95 | 21,82 | 36,29 | 5,89 |
Dalam bobot kering (kadar air 0%) : | ||||
Kadar abu (%) | 15,64 | 10,38 | 4,75 | 4,14 |
Protein (%) | 45,14 | 41,49 | 19,50 | 46,80 |
Lemak (%) | 15,58 | 7,30 | 7,17 | 33,52 |
Serat kasar (%) | 2,97 | 11,70 | 26,24 | 0,10 |
BETN (%) | 20,67 | 29,13 | 42,34 | 15,44 |
Ket. : BETN : bahan ekstrak tanpa nitrogen
IV.2 PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil perekayasaan ini teknik kultur magot pada sistem terbuka produksinya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan sistem tertutup. Bahkan pada Hermetia illucens yang dipelihara secara tertutup tidak berhasil mendapatkan telur, karena sebagian besar induknya yang dipelihara dalam kandang banyak ditemukan mati.
Tingginya produksi magot pada sistem terbuka, dimungkin karena serangga yang diluar lebih survive dibanding dengan serangga yang ada dalam kandang. Selain itu, serangga atau lalat yang di alam akan mendapatkan makanan sesuai dengan yang disukai dan dari segi gizi lebih lengkap sesuai dengan kebutuhannya, sehingga akan mendukung dalam aktivitas reproduksi yang pada akhirnya akan diperoleh jumlah telur lalat atau serangga yang cukup memadai.
Pemeliharaan magot nampaknya sangat dipengaruhi oleh jenis media kultur. Magot jenis Calliphora sp lebih menyukai ampas tahu dibandingkan dengan PKM, sedangkan magot jenis Hermetia illucens lebih menyukai PKM. Hal ini telihat dari produksi magot pada Calliphora sp tertinggi dicapai pada media kultur ampas tahu, dengan rata-rata produksi sebanyak 9,73 kg , sedangkan pada media kultur PKM hanya diperoleh magot sebanyak 0,57 kg dan campuran keduanya 5,17 kg dengan jumlah media kultur masing-masing sebanyak 15 kg per wadah. Namun sebaliknya Hermetia illucens lebih menyukai PKM sebagai media kultur dibandingkan dengan ampas tahu atau campuran keduanya.
Nampakanya perilaku serangga dalam menempatkan telur ada kaitannya dengan ketersediaan makanan yang cocok untuk kehidupan magot, dan jenins makanan ini nampaknya sangat spesifik. Hal ini mungkin bergantung pada bau, cita rasa dan kandungan gizi dari media kultur.
Berdasarkan data dari hasil produksi magot dengan pemberian media kultur tunggal sebanyak 15 kg per wadah pemeliharaan, yaitu PKM atau ampas tahu saja, dihasilkan produksi magot Calliphora sp sebanyak 134 kg per 17 kali panen, dengan waktu siklus produksi 17 hari, atau rata-rata produksi per hari sebanyak 7,9 kg; dan magot Hermetia illucens sebanyak 91 kg per 10 kali panen dengan waktu siklus produksi selama 51 hari, atau rata-rata produksi per haria sebesar 1,78 kg. Dari hasil perekayasaan ini nampak Calliphora sp pertumbuhannya lebih cepat, sebesar 4,4 kali dibanding dengan Hermetia illucens. Sehingga apabila menginginkan produksi masal maka yang cepat pertumbuhannya adalah Calliphora sp. Namun dilihat dari segi aspek lingkungan dan kesehatan manusia, nampaknya Hermetia illucens lebih mudah diterima oleh masyarakat, karena peluang untuk sebagai penyebar penyakit tidak ada.
Hermetia illucens dalam siklus hidupnya tidak hinggap dalam makanan yang langsung dikonsumsi manusia. Dalam usia dewasa makanan utamanya adalah sari bunga, sedangkan pada usia muda makanannya berasal dari cadangan makanan yang ada dalam tubuhnya. Perkembangbiakan dilakukan secara seksual, yang betina mengandung telur, kemudian telur diletakan pada permukaan yang bersih, namun berdekatan dengan sumber makanan yang cocok untuk larva. Larva kecil sangat memerlukan banyak makanan untuk tumbuh sehingga menjadi pupa. Sumber makanan yang paling disukai nampaknya adalah PKM yang sudah terfermentasi. Dengan demikian prospek untuk pengembangan magot sebagai pakan ikan lebih aman adalah Hermetia illucens.
Proses fermentasi sangat efektif dalam mencerna serat kasar yang susah dicerna oleh hewan monogastric. Sebagaimna data yang tercantum pada Tabel 7 kandungan serat kasar PKM sebelum fermentasi sebesar 26,24% dan setelah fermentasi 0,10%. Selain itu ada peningkatan kandungan protein dan lemak yang cukup signifikan, sebelum fermentasi sebesar 19,50% dan 7,17% sedangkan setelah fermentasi menjadi 46,80% dan 33,52%. Melihat kandungan proksimat PKM frementasi ini sangat cocok untuk dijadikan sebagai bahan baku untuk pakan magot. Salah satu yang diperlukan adalah kandungan protein dan lemaknya cukup tinggi, untuk sebagai cadangan makanan pada saat hibernasi, metamorfosis dan cadangan makanan pada usia serangga muda.
Komposisi proksimat magot cukup sesuai untuk dijadikan sebagai makanan ikan. Dilihat dari kandungan proksimatnya mengandung protein lebih dari 40%, kandungan lemak cukup tinggi dan yang lebih khusus pada magot adalah memiliki enzim dan antimikroba. Sehingga akan mudah dicerna oleh semua jenis ikan dan kemungkinan besar akan meningkatkan daya tahan tubuh pada ikan.
Berdasarkan hasil kajian pustaka, magot ini telah banyak diaplikasikan untuk pakan unggas (Awoniyi, et al. 2003 Zuidhof, et al. 2003), ikan lele (Fasakin, et al. 2003 dan Madu and Ufodike, 2003). Dari beberapa penelitian sebelumnya magot dapat mensubstitusi tepung ikan pada pakan ayam (Awoniyi, et al, 2003) dan pada ikan lele (Fasakin, et al. 2003)
V. KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil perekayasaan ini dapat disimpulkan sebagai berikut :
- Model kultur magot yang dapat menghasilkan produksi yang tinggi adalah sistem kultur terbuka dibandingkan sistem tertutup. Dengan model ini, dapat diproduksi magot jenis Callipora sp dalam waktu produksi 17 hari dengan media kultur sebanyak 255 kg, diperoleh magot sebanyak 134 kg, sedangkan untuk jenis Hermetia illucens dalam waktu produksi 51 hari dengan media kultur sebanyak 150 kg, diperoleh magot sebanyak 91 kg.
- Media kultur yang terbaik untuk magot jenis Calliphora sp adalah ampas tahu, sedangkan untu jenis Hermetia illucens adalah bungkil sawit (PKM) yang sudah difermentasi.
V.2 Saran
Berdasarkan hasil perekayasaan ini, disarankan :
- Jenis magot untuk dikembangkan secara massal yang terbaik adalah Hermetia illucens dibandingkan dengan Calliphora sp. Karena Hermetia illucens pada usia dewasa dalam kebiasaan hidupnya tidak hinggap dalam makanan manusia dan sebagai makanan utamanya adalah saribunga. Sedangkan Calliphora sp biasanya makanan utamanya adalah binatang yang sudah menjadi bangkai.
- Dilihat dari kandungan proksimatnya, magot ini dapat dijadikan sumber protein alternatif tepung ikan, sehingga ada harapan mendapatkan protein hewani yang berkelanjutan dengan memanfaatkan limbah industri pertanian, yaitu limbah sawit.
31 komentar:
pertama saya sangat berterimakasih, kebetulan saya sedang cari referensi utk produksi belatung ada info yg sangat lengkap ini...hanya saja yg ingin saya tanya kan adalah apakah sudah ada penelitian secara mikroskopik utk kandungan bakteri/virus yg mungkin ada pada telur lalat buah...??
maaf sobat... sampai saat ini kami belum melihat secara mikroskopik ada dan tidaknya bakteri maupun virus pada telur lalat buah. akan tetapi selama ini produk pakan yang kami hasilkan dipastikan bebas darinya. dan telah diuji di laboratorium nutrisi BBPBAT sukabumi. terimakasih atas kunjungannya.
Maaf ditempat saya PKM itu tidak ada. apakah ada elemen pengganti untuk PKM ini terutama untuk produksi Hermetia illucens ?
ditempat saya banyak ampas tahu dan sepertinya bagus untuk produksi Calliphora sp. akan tetapi saya kurang suka karena Calliphora sp makanannya adalah daging yang membusuk tiak seperti Hermetia illucens.
dan juga bagaimana caranya saya bisa mendapatkan induk Hermetia illucens ?
menurut percobaan yang pernah dilakukan di bbpbat dg menggunakan ampas tahu kandungan protein dari maggot lebih tinggi dibandingkan dengan pkm, disamping itu kandungan lemak dari maggot juga lebih kecil..menurut saya ampas tahu lebih bagus untuk medianya. untuk mendapatkan Hermetia illucens sebenarnya bisa ke BBPBAT atau BRKP DEPOK untuk mendapatkannya. akan tetapi masih berupa maggot yang udah tua untuk kita kultur menjadi black soldier, atau beli telur untuk kemudian kita kultur. jadi Hermetia illucens untuk sementara harus bikin sendiri selanjutnya lebih mudah.
terima kasih atas jawabnnya. mohon maaf saya ingin bertanya lagi mengenai ampas tahu sebagai media. Apakah ampas tahu ditaurh begitu saja atau perlu fermentasi. kalau perlu fermentasi seperti apa ? soalnya sepengetahuan saya di tempat saya fermentasi ampas tahu itu pakai ragi untuk dijadikan "tempe gembos". Mohon dijelaskan proses fermentasinya kalau memana harus dilakukan
ampas tahu nggak perlu difermentasi mas hanya saja jangan sampai kering... jadi agak basah terus. pake pkm skrg juga ndak perlu difermentasi cukup dibasahi saja. biar Calliphora sp tidak ikut bertelur, kawatir jadi sumber penyakit. makasih kunjungannya.. mohn maaf kalo bnyk kurang
Maaf pak.... untuk harga telur lalat Hermeta illucens berapa? dan minimal pembelian berapa?..... Sebelum dan sesudahnya saya ucapkan trimakasih........
Terima kasih atas infonya yg lengkap. Saya sudah mencoba dengan ampas tahu utk produksi Calliphora sp. Memang belatungnya bermunculan. Yang mau saya tanyakan, bagaimana cara mudah untuk panen belatungnya. Saya mengalami masalah dalam memanennya karena ampas tahu yang masih basah. Terima kasih.
Terimakasih Bg,
Saat ini saya sedang melakukan budidaya lele dengan pakan tambahan magot, Berdasarkan informasi dan pengalaman yang abang punya bagaimana cara pemberian maggot yang baik agar dapat menunjang pertumbuhan lele lebih optimal, kemudian antara PKM dan kotoran ayam petelur,mana yang lebih bagus digunakan sebagai media biakan maggot? saat ini saya menggunakan kotoran ayam...Terimakasih,
Makasih atas infonya bang,
Saya ingin nanya nih : (1) Bagaimana cara pemberian maggot yang paling tepat untukmendukung pertumbuhan lele, apakah dlm bentuk segar atau bentuk olahan (pellet maggot) (2) Saat ini saya membudidayakan lele dengan pakan tambahan maggot, pemeliharaan maggot saat ini saya lakukan dengan kotoran ayam petelur, menurut abang mana yang lebih banyak produksi maggotnya antara kotoran ayam petelur dengan PKM?
Sekian Bang,,,terimakasih ya...!!!!!!
Terimakasih infonya, insya Allah bermanfaat sebagai bahan ajar. Hanya kalo bisa dilengkapi dengan foto pak...tq
halo pakkesit..
bagus literatur maggotnya...
suwun
alhamdullilah
bapak parikesit, saya krisna mahasiswa UGM.
saya memiliki fikiran untuk mengambil skripsi tentang maggot yang sangat menarik bagi saya. Namun, saya masih mengalami beberapa hambatan mengenai kurang menguasainya cara budidaya yang benar. Apakah bapak ada literatur yang sekiranya bisa memandu saya melakukan budidaya di linkungan kampus??
maggot tersebut akan saya aplikasikan ke ikan budidaya....
terimakasih
ada mas
terimakasih banyak infonya !
sepertinya sangat baik untuk dicoba
salam kenal, saya zubad dari lamongan,
saya mau tanya mengenai
1. Bagaimana cara meletakkan telur lalat ke tempat media kultur ?
2. Apakah ampas tahu yang sudah di gunakan sebagai media sesudah panen dapat di gunakan lagi ?
sebelum dan sesudahnya saya ucapkan banyak terimakasih.
diletakan diatas media aza mas trus ditutupin sekedarnya aja jgn kena hujan dan sinar matahari langsung, media yang sudah dipakai bisa saja dipakai lagi tapi gimana dng kandungan nutrisinya?????? lebih baik ganti yg baru kecuali punya tehnologi untuk pengkayaan nutrisi khususnya kandungan proteinnya!!
Penulisannya detail dan jelas, tinggal membuktikannya dalam praktek , yg tentunya akan kami temui banyak masalah lain -- yg telah anda ketahui walaupun tidak anda tulis disini.Yg berakibat pada mengalirnya pertanyaan dan permohonan bimbingan dari kami
Terimakasih banyak Boss
tulisan tentunya berdasarkan praktek........akan tetapi pasti akan ada sesuat yang berbeda!!!!! tehnologi terapan pada budidaya makluk hidup tentunya tidak dinamis....semoga sukses!!!! anggap aja tulisan ini sebagai tambahan pengetahuan anda!!!
Keren artikelx, ternyata d blk belatung yg sepertix mengerikan terdpt teknologi biologi yg menakjubkan. Mas, d BBAT sukabumi saat ini msh memproduksi Maggots ya, sy ingin belajar cara budidayax. Kalo msh produksi sy ingin brkunjung k BBAT. Sy dr Banjarbaru (kalsel). Trmksh sblmx n slm kenal.
maaf pak ..........DiBBPBAT untuk sementara tidak produksi masal belatung akan tetapi untuk sekedar pratik bisa dilayani, hubungi aja kantor BBPBAT untuk mendapatkan informasinya pak..........
pak kesit saya tertarik untuk melakukan penelitian maggot tapi menggunakan media lain seperti cacahan enceng gondok dan ampas kelapa.. kira -kira pak kesit bisa bantu untuk literatrnya nggak pak..?
makasih pak sebelumnya
makasih infonya kang...
ada informasi mengenai alat2 yang digunakan, misalnya desain tempat pembiakan, desain alat pengering, dsb.
anonim: untuk literatur saya nggak punya cuma udah pernah melakukan dengan eceng gondok+dedak dan ampas tahu, untuk ampas kelapa belum
deni: ada mas cuma malas upload ke blognya...lama soalnya
salam,,
ada gak yang jual tepung maggot?? kalo ada dimana saya bisa beli??
keperluan penelitian, terimakasih
Halo Om Kesit..Good job,siip,
Untuk media,ampas tahu di mas Kesit tidak perlu fermentasi dan tanpa tambahan apap apa,tapi sekali pakai.dari pembahasan lain harus difermentasi 3-4 minggudan media di campur ikan rucah 8:2,tapi tidak ada keterangan diganti baru,terus nemu formula (belum pernah coba,tapi udah liat hasilnya)di fermentasi selam 3 minggu,(medianya sama dengan yg di fermentasi )dan setelah maggot keluar di berikan ke ikan plus medianya untuk makanan.
Wah sepertinya saya harus menggunakan ketiga tiganya..
Mo nanya nih bos,saya mo dah coba bddy maggot dgn ampas tahu + ikan rucah. ampuuun bau-nya...gmna ni...cara yang ga memproduksi bau ada ga y...
difermentasi atau penambahan probiotik biak sedapsa mengurangi bau tid
Ass, perkenalkan sy zulfidar, mw tny, 4 hari yg lalu sy mncoba produksi maggot dg media ampas tahu 100%, tapi hasilnya tdk ada maggotnya, yg ada malahan lalat2 yg ukurannya kecil2. Apa mgkin mereka sdh mnetas duluan? Mohon penjelasannya..
Tks,
Salam
Hallo Boss Kesit sy Yoss dari lamongan mo nanya kalo tepung limbah kangkung di pake sbg media kultur maggot bisa ga... ? swn
Terima kasih banyak atas infonya, ....
Posting Komentar